24 December 2024

GAJI KITA PER DETIK

Oleh : SUHERI

Sebagai seorang dosen, guru, tenaga kependidikan, atau pegawai, menjaga waktu dengan baik adalah suatu keharusan yang tidak bisa diabaikan. Dalam Islam, terdapat konsep penting mengenai “Haqqum Fil Awqat” dan “Huququn Fil Awqat” yang mengajarkan bahwa waktu memiliki hak yang harus dihormati. Haqqum Fil Awqat berarti kita harus disiplin dalam memulai dan mengakhiri setiap aktivitas sesuai jadwal. Sementara itu, Huququn Fil Awqat berarti waktu yang ada harus diisi dengan mengoptimalkan waktu kerja kita melalui kegiatan yang produktif dan bermanfaat selama bekerja.

Konsep ini disampaikan oleh KH. Imam Barmawi Burhan. Beliau memberikan motivasi kepada para pendidik dan pegawai tanpa menggunakan pendekatan sanksi atau hukuman. Sebaliknya, beliau mengingatkan bahwa kita harus berhati-hati menjaga kehalalan rizki yang diperoleh. Rizki yang halal adalah sumber berkah, yang tidak hanya bermanfaat bagi pelakunya, tetapi juga bagi keluarga yang dinafkahi. Sebagaimana beliau ungkapkan,“ Sesungguhnya segala sesuatu dari makanan yang masuk ke dalam perut kita akan memengaruhi kualitas dan kuantitas ibadah kita.” Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang berasal dari rizki halal akan memberikan energi yang positif untuk berbuat kebaikan, sedangkan rizki yang tidak halal dapat menjadi penghalang dalam melaksanakan ibadah dan kebaikan.

Dalam rapat tersebut, beliau juga menyampaikan sebuah refleksi mendalam dengan menyatakan, “Kita ini (Tenaga Pendidik atau pegawai) digaji per detik oleh pemerintah atau lembaga.” Artinya, gaji yang diterima setiap bulan sebenarnya merupakan akumulasi dari kerja kita setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik. Oleh karena itu, jika seorang guru terlambat masuk kelas lima detik, lima menit, atau bahkan lima jam, sejatinya ada bagian dari gaji yang bukan haknya ikut diterima. Ketika seorang pegawai tidak masuk kerja selama satu jam atau bahkan satu hari penuh tetapi tetap menerima gaji utuh, maka secara hukum manusia hal itu mungkin dianggap wajar, namun bagaimana pertanggungjawaban kita di hadapan Allah?

Beliau memberikan contoh kalkulasi sederhana untuk menggambarkan hal ini:

• Gaji per bulan: Rp3.000.000,-

• Gaji per hari: Rp100.000,-

• Gaji per jam (8 jam kerja): Rp12.500,-

• Gaji per menit: Rp1.562,5

• Gaji per detik: Rp26,-

Dari kalkulasi ini, kita bisa merenungkan: bagaimana jika kita terlambat ke kantor atau kelas selama lima detik, lima menit, atau bahkan lima jam? Apakah rizki yang kita terima tetap halal secara syar’i? Hal ini semakin relevan ketika tunjangan sertifikasi, remunerasi, dan tunjangan lainnya ikut diperhitungkan. Bagaimana jika kita mengisi atau “merekayasa” absen dengan sengaja meskipun tidak hadir demi menjaga hak atas uang makan atau tunjangan lainnya? Secara aturan manusia, tindakan ini mungkin tidak dianggap salah, tetapi bagaimana dengan pertanggungjawaban kita di hadapan Allah?. Bisa jadi secara Siyasi (administratif) kita bisa memenuhi daftar hadir tersebut, tampak bagus oleh orang lain, tampak rajin oleh atasan, tampak bagus untuk kepentingan administrasi. Tetapi secara Syar’I (pandangan syari’at) tentu hal tersebut menyalahi fakta sebagai kebenaran hakiki. Maka dalam bekerja perlu memperhatikan dan menjaga dua aspek tersebut dalam rezeki kita yaitu Halal secara syar’I dan Siyasi.

KH. Imam Barmawi Burhan menekankan pentingnya menjaga kehalalan rizki karena dampaknya sangat besar terhadap diri kita, keluarga, dan ibadah yang kita lakukan. Beliau mengingatkan, “Apa kita tega menyuapi anak dan istri dengan rizki yang tidak halal menurut Allah?”

Pengalaman spiritual ini beliau dapatkan dari pengamatan terhadap tukang bangunan yang bekerja di madrasah. Mereka bekerja dengan jujur, dan rizki mereka diterima dalam bentuk honor mingguan yang sepenuhnya halal. Beliau mengambil hikmah dari kesederhanaan dan kejujuran mereka, yang menjadi teladan bagaimana kita seharusnya menjaga kehalalan setiap rupiah yang kita terima. Bila kita memiliki tukang yang mungkin pendidikannya tidak seperti guru, dosen dan pegawai tetapi mereka dibayar harian.

In this article:
Share on social media:
Facebook
Twitter
LinkedIn
Telegram