18 August 2025

Refleksi Al-Qur’an atas Kemerdekaan Indonesia: Lima Prinsip Kebangsaan Perspektif KH. Drs. Imam Barmawi

Oleh: Dr. Abdul Wasik, M.H.I.
Kepala Prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah IAI At-Taqwa Bondowoso

Pertanyaan yang patut direnungkan setelah delapan dekade Indonesia merdeka adalah: “Merdeka untuk siapa?”. Apakah kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan pengorbanan itu benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat, atau hanya oleh sebagian kecil elite? Pertanyaan ini penting, karena amanat konstitusi dalam Pembukaan UUD 1945 menegaskan tujuan kemerdekaan: menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat merujuk pada khazanah Ahlussunnah wal Jama‘ah (Aswaja) dan warisan pemikiran ulama Nusantara. Salah satunya disampaikan oleh KH. Drs. Imam Barmawi Burhan, Ketua Yayasan At-Taqwa Bondowoso, dalam amanahnya sebagai pembina upacara di At-Taqwa Islamic Center. Ia menekankan urgensi menghidupkan lima prinsip Mabādi’ Khairul Ummah—kejujuran, amanah, keadilan, gotong royong, dan istiqamah—sebagai fondasi membangun masyarakat yang bermartabat. Prinsip-prinsip ini memiliki korelasi erat dengan nilai dasar Aswaja: tawassuṭ (moderat), tawāzun (seimbang), tasāmuḥ (toleran), i‘tidāl (adil), dan amar ma‘rūf nahy munkar.

Kejujuran menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan sosial. Tanpa kejujuran, sistem apa pun akan runtuh. Al-Qur’an menegaskan: “Bertakwalah kepada Allah, dan jadilah bersama orang-orang yang jujur” (QS. At-Taubah:119). Hadis Nabi SAW juga menggarisbawahi bahwa kejujuran mengantarkan pada kebaikan, dan kebaikan menuntun ke surga (HR. Bukhari-Muslim). Dalam perspektif kebangsaan, kejujuran bukan sekadar moral individu, melainkan modal sosial yang menopang demokrasi dan tata kelola pemerintahan.

Prinsip kedua adalah amanah. QS. An-Nisa:58 dengan jelas memerintahkan agar amanat disampaikan kepada yang berhak. Rasulullah SAW menegaskan: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji” (HR. Ahmad). Dalam konteks negara merdeka, amanah berarti pengelolaan kekuasaan dan sumber daya harus berpihak pada rakyat, bukan dikuasai segelintir elite.

Keadilan merupakan prinsip ketiga sekaligus ruh dari kemerdekaan. Al-Qur’an menegaskan: “Tegakkanlah keadilan meskipun terhadap dirimu sendiri” (QS. An-Nisa:135). Rasulullah SAW mengingatkan: “Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (HR. Bukhari-Muslim). Dalam kerangka i‘tidāl, keadilan mencakup distribusi kesejahteraan, akses pendidikan, penegakan hukum, serta kebijakan publik. Jika keadilan belum terwujud, kemerdekaan hanya dinikmati segelintir orang.

Gotong royong adalah prinsip keempat. QS. Al-Maidah:2 menyerukan agar manusia tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. Nabi SAW bersabda: “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim). Gotong royong merupakan pengejawantahan tasāmuḥ, karena toleransi sejati bukan hanya menghormati perbedaan, tetapi juga bekerja sama dalam kebaikan. Di tengah tantangan global, semangat kolektif inilah yang menjaga keberlangsungan bangsa.

Prinsip kelima adalah istiqamah, yakni konsistensi dalam kebaikan. QS. Fussilat:30 menyebutkan bahwa orang yang istiqamah mendapat kabar gembira dari malaikat. Nabi SAW memberikan pesan singkat: “Katakan aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah” (HR. Muslim). Istiqamah menuntut agar bangsa ini konsisten dalam menegakkan nilai-nilai kemerdekaan, tidak mudah goyah oleh godaan kekuasaan atau tekanan zaman.

Kelima prinsip Mabādi’ Khairul Ummah ini saling berkelindan dengan nilai Aswaja. Tawassuṭ (moderat) memastikan kebebasan tidak berubah menjadi ekstremisme. Tawāzun (seimbang) menegaskan pembangunan harus adil, tidak hanya mementingkan pertumbuhan tetapi juga pemerataan. Tasāmuḥ (toleransi) menjamin kemerdekaan sebagai ruang hidup bersama. I‘tidāl (keadilan) menuntut keberpihakan pada rakyat kecil. Sedangkan amar ma‘rūf nahy munkar menjadi mekanisme koreksi sosial agar bangsa ini tidak terjerumus pada praktik korupsi, keserakahan ekonomi, atau perusakan lingkungan.

Jika demikian, maka jawaban atas pertanyaan “Merdeka untuk siapa?” adalah: merdeka untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun kenyataan hari ini menunjukkan kemerdekaan masih sering timpang. Masih ada jurang antara kaya dan miskin, masih ada hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas, dan masih ada rakyat yang terpinggirkan dari hak-hak dasarnya.

Sejarah mencatat bahwa NU selalu berada di garda depan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan. Resolusi jihad KH. Hasyim Asy‘ari adalah teladan bahwa kemerdekaan sejati tidak sekadar simbol, tetapi perjuangan membela keadilan dan kedaulatan. Kini, amanah tersebut diteruskan oleh para kiai, seperti KH. Imam Barmawi, yang mengingatkan agar kemerdekaan disyukuri dengan amal nyata, bukan hanya seremoni.

Al-Qur’an menegaskan dalam QS. Ibrahim:7: “Jika kamu bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat kepadamu.” Juga dalam QS. Al-A‘raf:96: “Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” Syukur kemerdekaan harus diwujudkan melalui budaya kejujuran, amanah, keadilan, gotong royong, dan istiqamah yang dipraktikkan dalam ruang publik.

Dengan demikian, kemerdekaan bukan hanya terbebas dari penjajahan asing, tetapi juga dari bentuk penjajahan baru: ketidakadilan, korupsi, intoleransi, dan kesenjangan sosial. Mengintegrasikan lima prinsip Mabādi’ Khairul Ummah dengan etika sosial Aswaja merupakan jalan strategis untuk mewujudkan kemerdekaan yang substansial.

Tugas generasi saat ini adalah melanjutkan perjuangan para ulama dengan menegakkan etika sosial Islam dalam kehidupan berbangsa. KH. Imam Barmawi telah menunjukkan arah: prinsip-prinsip tersebut harus diamalkan dalam kebijakan, pendidikan, dan budaya sosial.

Merdeka untuk siapa? Jawabannya jelas: merdeka untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun hal itu hanya terwujud jika setiap lapisan bangsa kembali kepada etika sosial Aswaja dan menghidupkan lima prinsip Mabādi’ Khairul Ummah. Dengan begitu, kemerdekaan tidak berhenti pada upacara seremonial, tetapi benar-benar menjadi jalan menuju keadilan, kesejahteraan, dan persaudaraan bagi seluruh rakyat.