12 May 2025

“Jejak Digital dan Luka yang Tak Terlupa: Belajar Adab Bermedia Sosial dari Gus Dur”

Oleh ; Silafatul Hikmawati

Perkembangan teknologi membawa kita pada era di mana informasi menyebar dalam hitungan detik. Media sosial menjadi wadah utama untuk mengekspresikan pikiran, berbagi perasaan, bahkan menyampaikan kritik. Namun, kebebasan itu sering kali menimbulkan ekses negatif, seperti ujaran kebencian, fitnah, perundungan daring (cyber bullying), dan konflik karena kesalahpahaman.

Dalam situasi seperti ini, kita perlu menghidupkan kembali nilai-nilai adab, bukan hanya dalam kehidupan nyata, tetapi juga dalam dunia digital. Salah satu tokoh bangsa yang sering menekankan pentingnya akhlak dan kearifan dalam menyikapi perbedaan adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Beliau pernah mengatakan:

Memaafkan itu gampang, tapi melupakan itu yang sulit.”

Kalimat sederhana ini menyimpan makna yang dalam, terutama bila dikaitkan dengan perilaku kita di media sosial. Makna Adab di Era Digital

Secara etimologis, adab berarti kesopanan, tata krama, atau etika dalam berucap dan bertindak. Dalam tradisi Islam, adab adalah bagian penting dari akhlak. Ia menjadi cerminan kualitas seseorang dalam berinteraksi—baik dengan sesama manusia, maupun dengan Tuhan.

Di media sosial, adab seharusnya tetap hadir dalam bentuk:

  • Menahan diri dari komentar negatif atau menyakitkan
  • Tidak menyebarkan informasi tanpa klarifikasi (tabayyun)
  • Menghargai privasi orang lain
  • Tidak memaksakan pendapat atau menyulut debat tanpa faedah

Sayangnya, media sosial kerap menjadi ladang bagi orang-orang untuk mengekspresikan amarah, rasa benci, atau sekadar mencari perhatian dengan cara yang tidak santun. Inilah mengapa adab digital menjadi sangat penting.

Ketika Gus Dur mengatakan, “Memaafkan itu gampang, tapi melupakan itu yang sulit,” beliau sedang mengajarkan bahwa meskipun seseorang memilih untuk memaafkan kesalahan orang lain, namun bekas luka yang ditinggalkan oleh perkataan atau perbuatan yang menyakitkan tidak mudah hilang. Terlebih jika itu terjadi di ruang publik seperti media sosial.

Kata-kata kasar, hinaan, atau fitnah yang kita sebarkan bisa saja dimaafkan, tapi akan tetap terekam dalam ingatan—baik secara emosional maupun digital. Inilah yang disebut sebagai “jejak digital”. Sekali sesuatu diunggah ke internet, sulit untuk benar-benar menghapusnya. Maka, alangkah baiknya jika kita berhati-hati sebelum mengunggah atau mengomentari sesuatu.

Nilai-nilai Adab yang Harus Dipegang di Media Sosial

  • Berpikir Sebelum Menulis
  • Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini baik? Apakah ini menyakiti? Apakah saya akan menyesal nanti?”
  • Bersikap Lapang dalam Perbedaan
  • Dunia maya adalah tempat di mana perbedaan pandangan sangat mungkin terjadi. Adab menuntut kita untuk tidak memaksakan kebenaran versi kita sendiri.
  • Menghindari Ghibah dan Fitnah
  • Gosip dan kabar bohong mudah menyebar. Tapi penyebarnya akan menanggung akibat besar, baik secara sosial maupun spiritual.
  • Meminta Maaf Jika Bersalah
  • Jangan gengsi untuk meminta maaf jika salah. Ini adalah bentuk adab yang tinggi dan menunjukkan kedewasaan.
  • Menghindari Konflik yang Tidak Perlu
  • Kadang, diam lebih bijak daripada membalas komentar negatif. Jangan biarkan ego mengalahkan adab.

 

 

In this article:
Share on social media:
Facebook
Twitter
LinkedIn
Telegram

Related articles