28 December 2024

SURAT CINTA GUS DUR KEPADA IBU SINTA, SEBUAH WARISAN CINTA DAN ILMU

Oleh : Lutfi Hidayatul Amri
Gus Dur, atau KH. Abdurrahman Wahid, tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir besar dan tokoh pluralisme, tetapi juga seorang suami yang penuh cinta kepada istrinya, Ibu Sinta Nuriyah. Salah satu bukti cinta Gus Dur yang abadi adalah sepucuk surat cinta yang ia tulis di catatan pinggir sebuah kitab yang berjudul Tarikh al-Fiqh al-Islamiy (Sejarah Fikih Islam). Surat ini menggambarkan perpaduan kasih sayang dan semangat ilmu yang khas dari sosok Gus Dur.
Pada 6 September 1966, di Kairo, Gus Dur menulis catatan di pinggir kitab yang ia hadiahkan kepada Ibu Sinta. Catatan tersebut berbunyi:
Dengan untaian kata cinta: Untuk Siti Nuriyah Abdus Syakur
(Kairo: 6/9/1966).
(Abdurrahman Abdul Wahid)
Aku berharap dengan terkirimnya buku ini kepadamu, kamu akan lebih mengetahui bahwa perputaran sejarah tentang ‘Tasyri’ al-Islamy’ yang detail dan benar sangatlah luas sekali, tidak akan bisa dicapai secara sempurna sampai rukun dan furu’nya, hanya dengan sekali pembahasan. Jadi kamu harus lebih bersungguh-sungguh mempelajarinya seperti target yang telah dicapai buku ini, sekarang dan di masa depan.”
Tertanda: Abdurrahman Abdul Wahid.
Surat ini tidak hanya menunjukkan rasa cinta Gus Dur kepada Ibu Sinta, tetapi juga menampilkan dukungan dan harapannya agar istrinya terus belajar dan mendalami ilmu agama.

Makna di Balik Surat Cinta Ini

1. Cinta yang Berlandaskan Ilmu
Gus Dur menunjukkan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga dorongan untuk saling mendukung dalam mencapai kebaikan. Dengan menghadiahkan kitab Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, Gus Dur menginginkan Ibu Sinta untuk terus berkembang dan mendalami pemahaman agama.
2. Semangat Belajar yang Tak Pernah Padam
Dalam surat tersebut, Gus Dur menegaskan bahwa sejarah Tasyri’ al-Islamy (legislasi Islam) adalah bidang yang luas dan mendalam. Ia mengingatkan bahwa ilmu tidak bisa diraih hanya dengan sekali belajar, tetapi memerlukan usaha yang konsisten. Pesan ini relevan tidak hanya untuk Ibu Sinta, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin mendalami ilmu agama.
3. Panggilan Cinta dengan Nama Asli
Gus Dur menggunakan nama lengkapnya, Abdurrahman Abdul Wahid, dalam surat tersebut. Ini menunjukkan sisi formal dan hormat yang ia gunakan untuk mengungkapkan cinta, sekaligus menampilkan kedalaman hubungan mereka yang lebih dari sekadar pasangan, tetapi juga rekan belajar dan berpikir.
Surat cinta ini adalah bukti bahwa hubungan Gus Dur dan Ibu Sinta tidak hanya dilandasi oleh perasaan romantis, tetapi juga oleh semangat berbagi ilmu dan visi bersama. Hingga akhir hayatnya, Gus Dur terus menunjukkan penghormatan dan kasih sayang yang mendalam kepada Ibu Sinta.
Sebagai seorang ulama, pemikir, dan presiden, Gus Dur mewariskan banyak pelajaran tentang kehidupan. Namun, melalui surat ini, ia juga mengajarkan kita tentang makna cinta yang sejati: cinta yang mendorong, mendukung, dan menginspirasi.

Dari kisah ini, kita dapat belajar bahwa cinta sejati adalah:

1. Cinta adalah tentang saling mendorong untuk menjadi lebih baik.
2. Cinta yang bertahan lama adalah cinta yang dibangun di atas nilai-nilai intelektual dan spiritual.
3. Meskipun waktu terus berjalan, surat cinta ini menjadi saksi abadi dari hubungan Gus Dur dan Ibu Sinta yang penuh makna
Surat cinta Gus Dur kepada Ibu Sinta adalah perpaduan sempurna antara kasih sayang, ilmu, dan keimanan. Surat ini tidak hanya menjadi simbol cinta sejati, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi muda tentang pentingnya membangun hubungan yang didasarkan pada nilai-nilai luhur.
Gus Dur mengajarkan kita bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang bagaimana kita mendukung orang yang kita cintai untuk terus berkembang, baik secara intelektual maupun spiritual
In this article:
Share on social media:
Facebook
Twitter
LinkedIn
Telegram

Related articles